tag:blogger.com,1999:blog-81887641633208411092024-03-13T08:06:48.767-07:00imajikusendiriinilah tempatku bermain. tiada apa-apa. hanya kata dan aksara. mari kawan, kita bermain bersama.+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.comBlogger123125tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-58493046242395147632021-01-28T02:33:00.006-08:002021-01-28T02:34:34.370-08:00Memangkas Antrean di Kasir Tanpa Uang Kontan<p><span style="font-family: helvetica;"></span></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-RstT5Y38nMY/YBKReGDQtDI/AAAAAAAAAZ8/NHrDMAERw3QXOjVYYLkrTh47GrgRT7O7wCLcBGAsYHQ/s1280/debit%2B02.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1280" height="360" src="https://1.bp.blogspot.com/-RstT5Y38nMY/YBKReGDQtDI/AAAAAAAAAZ8/NHrDMAERw3QXOjVYYLkrTh47GrgRT7O7wCLcBGAsYHQ/w640-h360/debit%2B02.jpg" title="Transaksi digital" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-size: x-small;">Ilustrasi pembayaran menggunakan kartu debit (FOTO: Tri Purna Jaya/Dok. Pribadi)</span></td></tr></tbody></table><span style="font-family: helvetica;"><br /><b><br /></b></span><p></p><p><span style="font-family: helvetica;"><b>Oleh: Tri Purna Jaya</b></span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Semenjak masa darurat pandemi Covid-19, kartu ATM saya menjadi jarang ‘mencium’ aroma parfum bilik anjungan tunai mandiri, baik itu di mini market maupun di bank.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Kartu ATM yang mulai memudar warnanya ini, kuning dan biru, lebih banyak disentuh oleh mbak-mbak kasir jelita nan teliti di area perbelanjaan, khususnya menjelang di minggu pertama tiap bulan.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Yup, transaksi jual-beli (baca: pembayaran) yang dilakukan keluarga kami saat ini lebih sering terjadi secara digital.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Terlebih, ketika belanja bulanan kebutuhan rumah tangga dan anak-anak.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;"><br /></span></p><p><b><span style="font-family: helvetica;">Belanja dengan si kecil</span></b></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Ayah, habis ini cari diapers adek, ya. Terus susu, shampo, sabun (mandi) cair, <i>handsanitizer</i>, sama sabun cuci,” kata Gina, istri saya ketika kami berjalan di lorong kebutuhan dapur di salah satu <i>supermarket </i>di Bandar Lampung beberapa waktu lalu.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Hari itu akhir pekan di minggu pertama, honor dari kantor sudah masuk ke rekening tabungan malam sebelumnya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Kebutuhan rumah dan anak-anak menjadi target utama belanja awal bulan.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Anak kami dua, perempuan. Si sulung, Aleesya berumur 4,7 tahun. Si bungsu, Shanum berumur 1,8 tahun.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Kebutuhan mereka adalah yang paling banyak, mulai dari diapers, susu, madu, sari buah, hingga makanan ringan.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Ayah, kakak ambil ini sama ini ya, <i>pliiis</i>...,” kata Aleesya sambil mengedipkan mata, di tangannya dua bungkus besar wafer berbeda merek.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Paling banyak kami beli adalah makanan ringan. Ini bukan karena apa-apa, selain kedua putri kami sangat doyan makan (baca: <i>ngemil</i>), ini juga untuk membatasi mereka keluar rumah.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Di masa pandemi ini, kami memang sangat membatasi pergi keluar rumah, menghindari kerumunan. Apalagi, kami punya dua anak kecil.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Kami tidak mempekerjakan pengasuh. Sehingga, anak-anak terpaksa harus dibawa jika belanja kebutuhan di awal bulan tersebut.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Dan ini menjadi problem tersendiri.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Dengan membawa anak-anak, menjadi sangat riskan saat berada di pusat keramaian yang penuh dengan kerumunan.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Saat mencari barang dalam daftar belanja, mungkin kami bisa menghindar dari kerumunan dan menjaga jarak.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Tapi jadi beda soal saat mengantri di kasir untuk membayar belanjaan.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Meski pengelola super market sudah memberikan tanda, membawa anak-anak akan sangat susah menerapkan <i>physical distancing</i>, apalagi jika barang belanjaan banyak.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Terlalu lama di kerumunan antrean, resiko Covid-19 makin mengincar.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;"><br /></span></p><p><span style="font-family: helvetica;"><b>Antrean di kasir mengular karena uang kembalian</b></span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Selamat sore, Ibu. Pakai debit atau cash, Ibu?” kata Mbak Kasir kepada seorang perempuan yang berada di depan antrean saya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Barang-barang belanjaannya sudah dibungkus plastik. Saya hitung lebih dari lima bungkus besar. Tiga remaja berdiri di belakang ibu tersebut. Mungkin anak-anaknya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Tunai, Mbak,” jawab ibu tersebut.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Dia menyerahkan uang kertas warna merah sebanyak enam lembar. Mbak Kasir menyebut angka pembayaran dan jumlah uang kembalian.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Laci mesin kasir terbuka dan si mbak mencari uang kembalian. Namun, uang pecahan untuk kembalian habis.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Mbak kasir berseru kepada rekan kerjanya di meja seberang. Menyebutkan nominal uang pecahan untuk ditukar.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Ada lima ribu sama dua ribuan nggak? Tukar, punyaku habis,” kata si Mbak Kasir.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Sementara menunggu rekannya mencari uang pecahan, antrean di belakang kami mulai panjang. Istri saya sudah <i>misuh-misuh.</i></span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Duh lama banget sih, lagian nggak pake debit aja, tinggal gesek, selesai,” kata istri saya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Saya menoleh ke arah istri saya, lalu menengok ke belakang, antrean masih panjang. Di meja kasir sebelah dan seberangnya pun antrean juga mengular.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Udah, kamu sama anak-anak tunggu di depan aja, biar saya yang bayar. Sini (kartu) debitnya,” kata saya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Transaksi ibu berbelanjaan banyak dan uang tunai di depan saya sudah selesai. Saya maju dan menaruh barang belanjaan kami di meja kasir.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Selamat sore, Pak. Pakai debit atau cash, Pak?”</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Debit, Mbak,” kata saya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;"><br /></span></p><p><span style="font-family: helvetica;"><b>Penggunaan uang digital memangkas waktu antrean</b></span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Berkaca dari kejadian ibu berbelanja banyak dan uang tunai itu, penggunaan uang digital menjadi krusial. Terlebih dalam konteks masa pandemi Covid-19 sekarang ini.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Dimana, masyarakat sangat dianjurkan untuk menghindari kerumunan. Namun, jika memang tidak bisa sama sekali menghindar, meminimalisir waktu di keramaian patut dilakukan.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Uang tunai dalam konteks pembayaran memiliki sejumlah kerumitan, yakni tidak adanya pecahan hingga ke satuan terkecil.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Jika harus ada uang kembalian, tentu sangat menyulitkan dan menghabiskan waktu.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">Uang digital –dalam penggunaan oleh kami, kartu debit– menjadi pilihan utama untuk transaksi, khususnya di pusat perbelanjaan, karena bisa memangkas waktu dalam antrean di kasir.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Ayah, uang kembaliannya mana? Mau kakak tabung,” kata Aleesya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;">“Lha, kan digesek tadi (pakai debit), nggak ada kembalian dong. Tapi nanti ayah kasih, nih ada dua ribu,” kata saya.</span></p><p><span style="font-family: helvetica;"> </span></p>+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-77251474570148250942020-02-06T08:45:00.000-08:002020-02-06T08:49:47.829-08:00Semburat Gatra pada Kata<br />
<div class="MsoNormal">
Tempias merah kekuningan mengalun</div>
<div class="MsoNormal">
Sore itu sesuatu yang lama terbangun</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Jalanan</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-indent: 36.0pt;">
Sekolah taman
kanak-kanak</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-indent: 36.0pt;">
Durian</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Gorden putih pagar hijau
mengandak</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Raksi itu menguar lagi</div>
<div class="MsoNormal">
Melati putih dari tepian delusi</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Hujan</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-indent: 36.0pt;">
Gerai waralaba</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 72.0pt;">
Seragam surat kabar harian</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Garis tipis di balik kacamata</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Bunga rindu memercik segala rupa</div>
<div class="MsoNormal">
Sepuluh tahun persona menjadi gatra pada kata</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Pesan singkat</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-indent: 36.0pt;">
Lembah hijau</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-indent: 36.0pt;">
Empat rakaat</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Distorsi hasrat hanya sebuah
derau</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dendam kini lagi tiada</div>
<div class="MsoNormal">
Hanya narasi indah tentang engkau</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
---Bandar Lampung, Februari 2020</div>
+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-73772021189862593412017-10-05T06:18:00.000-07:002017-10-05T06:19:41.939-07:00Membaca Ending Video Klip ‘Akad’ Payung Teduh<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-VqPvDGQsOxw/WdYwyQNMvGI/AAAAAAAAAQ4/S4t7vnsDhlU6M8kEwvbg0p0LC2JPj9nXQCLcBGAs/s1600/hqdefault-3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="469" data-original-width="833" height="225" src="https://4.bp.blogspot.com/-VqPvDGQsOxw/WdYwyQNMvGI/AAAAAAAAAQ4/S4t7vnsDhlU6M8kEwvbg0p0LC2JPj9nXQCLcBGAs/s400/hqdefault-3.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Mungkin ini sangat terlambat buat menulis soal
video klip terbaru dari Payung Teduh, Akad. Sudah lebih dari dua bulan sejak
video klip itu diunggah di YouTube. Tapi biarlah, karena memang perspektif ini
baru saya dapatkan setelah menonton video klipnya.</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Baru nonton? Iya, saya baru nonton video
klipnya, meski sudah mendengar lagunya pada Juli lalu. Kenapa baru nonton?
Alasannya sih simpel, lagu-lagu Payung Teduh jauh lebih enak didengar pakai
headphone sambil tidur-tiduran, jadi video klipnya pun tidak terlalu penting.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Beberapa hari lalu, sambil nemenin Aleesya
main, saya iseng googling soal ‘Akad’ ini. Hasil pencarian menampilkan berita
mengenai video klip lagu ini di-blur, ditarik kembali, diunggah yang baru, dan
ending yang menyedihkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Lantaran penasaran, saya buka YouTube dan
menontonnya. Tak perlu bicara banyak mengenai jalan cerita video klip itu;
seorang lelaki paruh baya yang menjadi supir taksi online, penumpang yang
beragam: sepasang kekasih, satu keluarga kecil, perempuan yang patah hati, dan
geng yang ceria.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Cerita berjalan dengan ending pria paruh baya
itu menjemput putrinya dan mendapat kejutan berupa perayaan hari ulang tahun
pernikahannya dengan mending sang isteri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Dari googling, disebutkan ending ini yang
sukses bikin ‘baper’. Kebanyakan mengatakan ‘kesedihan’ atau haru karena si
pria paruh baya itu menangis lantaran mendapat kejutan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Tapi saya mendapatkan perspektif berbeda. Dan
ini berhubungan dengan bait kedua reffrain ‘Akad’. Bagi saya, bait kedua inilah
yang bikin tengkuk saya bergidik dan membayangkan hal-hal yang menyedihkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">“...Namun bila saat berpisah tlah tiba.
Izinkan ku menjaga dirimu. Berdua menikmati pelukan di ujung waktu, sudilah kau
temani diriku,”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Saat lagu mencapai bait kedua reffrain ini,
scene video klip begitu membuat saya tercekat. Sang pria paruh baya terlihat
menahan kesedihannya, matanya memerah, tangannya bertangkup dan gelisah,
jemarinya mengusap cincin kawin, hingga tangisnya tumpah sambil memandang foto
mending sang isteri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Bagi saya, kesedihan pria paruh baya itu bukan
haru atau karena isterinya telah meninggal dunia. Melainkan, karena dia merasa
bersalah atas ketidakmampuannya menjaga janji kepada mendiang isterinya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">“...Izinkan ku menjaga dirimu. Berdua
menikmati pelukan di ujung waktu...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">Scene ending ini, menurut saya, cerdas dan
benar-benar tahu apa yang mau disampaikan oleh Payung Teduh dalam ‘Akad’.
‘Akad’ di sini bukan berarti ijab kabul untuk mengesahkan perkawinan saja. Ini
bermakna lebih jauh dari itu, ‘perjanjian’ dari dua manusia yang tidak hanya
sebatas hubungan ragawi, tetapi sampai batin dan semesta keduanya.<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
Ah, sialan.... nangis lagi deh saya.</div>
+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-90301226679334118852015-07-21T04:44:00.000-07:002015-07-22T00:49:00.582-07:00Dan Beginilah Pertemuan Itu Berakhir<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen="" class="YOUTUBE-iframe-video" data-thumbnail-src="https://i.ytimg.com/vi/Dq7g9duOzqE/0.jpg" frameborder="0" height="266" src="https://www.youtube.com/embed/Dq7g9duOzqE?feature=player_embedded" width="320"></iframe></div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
</w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<i>(Sebuah undangan pernikahan Gina Noviana dan Tri Purna Jaya)</i><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156">
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style>
<![endif]--><br />
<span lang="IN">ini kisah tentang kami</span><br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">sebuah kisah biasa–biasa saja</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">tentang pertemuan yang sederhana</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">hidup, selalu berbicara tentang pencarian</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">kita tidak akan tahu, apa yang akan ditemukan,</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">melintas,</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">ataupun terlewatkan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">seperti daun yang hanyut terbawa arus</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">tiada pernah tahu</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">akan bersilangan dengan apa di muara</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">sekali lagi</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">hidup adalah selalu tentang pencarian</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">adakalanya pertemuan yang tak disengaja</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">sangat menyenangkan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">seperti pertemuan kami</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">yang sederhana</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">dan kami, ingin mengundang anda;</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">teman, sahabat</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">dalam perayaan pertemuan dan pengikatan jiwa
kami menjadi satu</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b><span lang="IN">Minggu, 9 Agustus 2015</span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b><span lang="IN">Di Jalan Sentosa Mega Mendung</span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b><span lang="IN">Nomor 1374, RT 30/08</span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<b><span lang="IN">Plaju, Palembang</span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">akan menjadi ingatan di hati</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="IN">bilamana sahabat turut menghadiri</span></div>
+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-42704334462607480402015-01-11T02:19:00.003-08:002015-01-11T02:19:53.634-08:00Seperti Inilah Hidup KitaSeperti inilah hidup kita sebelumnya:<br />bukan apa-apa<br />bukan pula siapa-siapa<br />hanya ranting diantara dua muara<br /><br />Dan kita sama-sama malu<br />mengakui senyum yang tersipu<br />pipi yang merahjambu<br />pada hari minggu itu<br /><br />Rasa-rasa jadi berbagai rupa<br />matahari menari setelah kata: "iya"<br />lalu waktu melambat seperti mengerti<br />kau dan aku yang ingin saling berbaring di masing-masing sisi+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-48025081451001081022013-01-15T11:40:00.000-08:002013-01-15T11:40:06.566-08:00Senja Menuju Pulang<div class="mbl notesBlogText clearfix">
<span><div>
Senja merembang
perlahan dari balik tepian gerbang Saburai. Artikelku selesai dan
kawan-kawan mulai membereskan dunianya: kamera, handycam, laptop, dan
kertas coretan wawancara.<br />
<br />
Aku pun demikian.<br />
<br />
Dan, masing-masing bertukar sapa untuk bertemu rupa di tempat yang sama esok dan lusa.<br />
<br />
Saburai mulai bernafas saat senja. Kursi-kursi plastik warna merah dan meja-meja yang sewarna bermunculan membentuk bunga.<br />
<br />
Aroma kopi, roti panggang, dan jagung bakar silih berganti dengan
cekikik gadis-gadis muda yang berbonceng tiga tanpa helm dan motor
matik.<br />
<br />
Aku belum pulang. Entah apa yang menahan. Apakah menanti azan ataukah senja-ku yang tak kunjung datang.<br />
<br />
Kuraih ponsel pintar warna putihku. Ku kirim surel sederhana tentang senja menuju pulang.<br />
<br />
Ah, sebentar lagi malam dan azan sudah berkumandang.</div>
</span></div>
+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-13113756396762261082012-09-24T03:43:00.002-07:002012-09-24T03:43:54.688-07:00Sajak Pagi di Jalan Lintas yang SepiJika aku ucapkan selamat pagi<br />kepadamu pagi ini<br />barangkali jalan lintas masih sepi<br />dan pagi belum kembali<br />debu-debu mendengkur berlagu<br />nyenyak di atas batu<br /><br />Bilamana ku ucapkan selamat pagi<br />kepadamu pagi ini<br />barangkali satu dua embun mulai menyapa<br />tertawa kecil sedikit mesra<br />dan menetes pada sisi bantal<br />dimana kepalamu terkulai<br />tenang dan damai<br /><br />Kalau aku ucapkan selamat pagi<br />kepadamu pagi ini<br />barangkali secangkir kopi<br />dua potong roti<br />menjadi sempurna<br />iringi senyummu menyapa dunia<br /><br />Dan setelah aku ucapkan selamat pagi<br />kepadamu pagi ini<br />barangkali aku kembali tertidur<br />melempar alarm ke pintu dapur<br />memimpikan binar matamu<br />sabtu malam lalu<br /><br />"Selamat pagi, semoga hari ini lebih berarti"+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-43039649690583589712012-09-12T03:40:00.000-07:002012-09-12T03:40:04.209-07:00Dendang Dandang Dendamdendam telah terkubur dalam diam<br />
dan ku maafkan kau yang dahulu kerap membuat geram+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-72931242494108120282011-08-05T03:56:00.000-07:002011-08-05T04:05:36.070-07:00As I Walked Out One Evening<span style="font-weight:bold;font-size:85%;" >by W. H. Auden</span><br /><br />As I walked out one evening,<br /> Walking down Bristol Street,<br />The crowds upon the pavement<br /> Were fields of harvest wheat.<br /><br />And down by the brimming river<br /> I heard a lover sing<br />Under an arch of the railway:<br /> 'Love has no ending.<br /><br />'I'll love you, dear, I'll love you<br /> Till China and Africa meet,<br />And the river jumps over the mountain<br /> And the salmon sing in the street,<br /><br />'I'll love you till the ocean<br /> Is folded and hung up to dry<br />And the seven stars go squawking<br /> Like geese about the sky.<br /><br />'The years shall run like rabbits,<br /> For in my arms I hold<br />The Flower of the Ages,<br /> And the first love of the world.'<br /><br />But all the clocks in the city<br /> Began to whirr and chime:<br />'O let not Time deceive you,<br /> You cannot conquer Time.<br /><br />'In the burrows of the Nightmare<br /> Where Justice naked is,<br />Time watches from the shadow<br /> And coughs when you would kiss.<br /><br />'In headaches and in worry<br /> Vaguely life leaks away,<br />And Time will have his fancy<br /> To-morrow or to-day.<br /><br />'Into many a green valley<br /> Drifts the appalling snow;<br />Time breaks the threaded dances<br /> And the diver's brilliant bow.<br /><br />'O plunge your hands in water,<br /> Plunge them in up to the wrist;<br />Stare, stare in the basin<br /> And wonder what you've missed.<br /><br />'The glacier knocks in the cupboard,<br /> The desert sighs in the bed,<br />And the crack in the tea-cup opens<br /> A lane to the land of the dead.<br /><br />'Where the beggars raffle the banknotes<br /> And the Giant is enchanting to Jack,<br />And the Lily-white Boy is a Roarer,<br /> And Jill goes down on her back.<br /><br />'O look, look in the mirror,<br /> O look in your distress:<br />Life remains a blessing<br /> Although you cannot bless.<br /><br />'O stand, stand at the window<br /> As the tears scald and start;<br />You shall love your crooked neighbour<br /> With your crooked heart.'<br /><br />It was late, late in the evening,<br /> The lovers they were gone;<br />The clocks had ceased their chiming,<br /> And the deep river ran on.<br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-style: italic;">*Yes, indeed, sometimes the time is like an enemy for some people, especially if that person is always feeling inadequate. T</span><span style="font-style: italic;">hen, time becomes "something" scary. Scourge. Curse. Load. Time is not a lesson.</span> <span style="font-style: italic;">Quick and hasty, like a children who caught stealing cookies, it can not be blamed. Loud and thrilling, as the urban coarse vituperation that giddy pay taxes. </span><span style="font-style: italic;">Yes, time is everything. The key to open the horizons. Fence to restrict of the insanity. And, writing the paper for the expectations.</span> <span style="font-style: italic;">And, when time runs like a rabbit, we can only stunned and cursed it.</span></span>+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-69444396476536135302011-07-16T10:26:00.000-07:002011-07-16T10:27:46.056-07:00Sauhcerita itu pernah terputus<br />pada saat kita sama-sama haus<br /><br />lalu semua meratap<br />tangan kita bersidekap<br /><br />mungkin bosan<br />mendengar keluhan<br />rintihan<br />dariku darimu<br /><br />lalu semua meratap<br />kita saling menatap<br /><br />dari kejauhan<br />lambaian<br />bergerak pelan<br />di ujung buritan<br /><br />sepertinya,<br />tiba-tiba kita saling menjauh<br />saat ingin kembali mengangkat sauh+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-65979594116795699362011-06-13T10:59:00.001-07:002011-06-13T11:02:59.322-07:00Selamat Datang Kisah Baru*tiba sudah waktunya<br />menghapus masa laluku<br />yang selama ini terus menyiksaku<br />teringat akan sakitnya<br /><br />dulu ku ditingal kekasih<br />yang sangat aku banggakan<br />tapi kini sudah tak berharga lagi<br />ku sudah ada yang punya<br /><br />selamat datang kisah baru<br />kini ku tak lagi sendiri<br />tak berteman sepi tak berkhayal lagi<br />dan aku bahagia<br /><br />selamat tinggal kisah lalu<br />aku tak akan pernah kembali<br />walau 'tuk sejenak untuk mengingatnya<br />ku tak 'kan peduli<br /><br />*dipopulerkan oleh <span style="font-style:italic;">Jejaka</span>+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-88431340769425325322011-05-26T14:58:00.000-07:002011-05-26T15:00:41.474-07:00Surat Untuk Pelangi Pagi IniHujan sudah berhenti<br />tinggalkan angin mati<br />sang gadis pun telah lama pergi<br />langkahkan kaki dan lambaikan jemari<br /><br />Penantiannya bersama jerami<br />paving blok museum pagi ini<br />arca-arca peninggalan dinasti<br />duduk bersisian dalam sepi<br /><br />Meski hujan berlalu sudah<br />kenapa gelap masih berulah<br />di punggung senja yang memerah<br />pada ujung tahun penuh gundah<br /><br />Dimana lengkunganmu<br />duhai pelangi dan awan biru<br />kenapa tak jua penuh<br />hanya mengintip sejak tiga bulan lalu<br /><br />Poster di pagar gedung tua itu juga tahu sebenarnya<br />pelangi seharusnya ada setiap hujan reda<br />wahai, rintik itu pun kurang lebih sama<br />tinggal setitik di ujung tiang lampu merah<br /><br />Dia --gadis itu-- telah lama menantimu<br />selalu berharap rindunya menyentuh lengkunganmu<br />Ia duduk di atas luka<br />berbelai dengan kata: menanti!<br /><br />Duhai pelangi,<br />ia ingin kau kembali<br />jangan biarkan ia sepi terbaring pada malam dan pagi<br />lalu tersiksa racun jemu yang abadi<br /><br />(13 Desember 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-83211470917937485492011-04-26T04:55:00.000-07:002011-04-26T04:59:56.787-07:00Ekspedisi Menuju Ujung Bumi (2)<span style="font-weight:bold;">Bagian Kedua: Dalam Perjalanan</span><br /><br />Langit mendadak tak bersahabat. Samudera menderu semaunya tiba-tiba. Kapal sang Nahkoda oleng begitu rupa.<br /><br />"Berpeganglah pada sajak dan tiang," jerit panik gelembung-gelembung di sisi barat.<br /><br />Kacau!<br /><br />Lalu semuanya jadi putih. Tersadaria, pelangi tak lagi merupa di garis cakrawala. Pun, tiada terpantul di samudera<br /><br />Pelangi lenyap begitu semua harap tersesap<br /><br />(25 April 2011)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-86161066577557535012011-04-08T04:58:00.000-07:002011-04-08T05:01:39.150-07:00Ekspedisi Menuju Ujung Bumi(Awal Perjalanan)<br />1.<br />Angin tertahan. Sedikit mati. Dan, hujan pun pelan-pelan menghilang di balik bayang-bayang bulan. Derai ombak bergerai sendu di tepian itu perahu. Dayung dan layar tiada lagi bergetar, meski di setiap yang tersinggah begitu banyak rasa yang terhampar.<br /><br />Bunga dalam jambangan pun kian layu, berganti perdu bersisian dengan empedu.<br /><br />2.<br />"Ekspedisi Menuju Ujung Bumi" begitu kata berita setiap hari. Nahkoda berkacamata berdiri dengan bangga di awal perjalanannya. "Saya kuat dan bercahaya," katanya ketika para pewarta mewancara.<br /><br />Lalu robekan kertas warna meletus mengiringi kayuhan pertama. Senyum manis dan wajah yang klimis tersenyum jemawa. "Laut adalah temanku. Dan badai adalah selimutku," ujarnya kembali kepada orang-orang di dermaga.<br /><br />3.<br />Semburat cahaya melintasi titik air sisa hujan siang hari, lalu melengkung dengan lekuk yang melankoli. Terpecah menjadi tujuh warna. Ah, pelangi yang sempurna. "Amboi! Indah nian pelangi itu," lirihnya.<br /><br />Matahari lalu undur diri. Malam perlahan menari. Dan, keajaiban terjadi. Pelangi tak jua pergi. Bias kemilau warnanya melekat erat di sekujur kapal itu. Melapisinya agar tak berkarat.<br /><br />Jemari lentik berbulu halus sang nahkoda menyusuri urat-urat warna. Mencoba sesapkan ke benak dan konsepnya tentang dunia. "Kita akan bersama selamanya. Perjalanan ini akan jauh lebih indah," katanya.<br /><br />4.<br />Banyak sudah musim terlalui dalam perjalanan mencari ujung bumi. Almanak lama bersalaman dengan yang baru, menyisihkan tempatnya biasa. Tanggal-tanggal tercoret sambil lalu. Dan dalam itu, pelangi dengan gemerlapnya tetap mengiringi.<br /><br />Hingga konsep terpatri, "Mungkin di ujung pelangi ini adalah ujung bumi sebenarnya. Ah, bukan 'mungkin' tetapi pasti itu dia yang kucari," tulisnya pada kata-kata.<br /><br />Bersemangat ia. Dikayuhnya sekuat tenaga. Kompas dan peta dibuangnya ke samudera. Guratan warna-warna pada cakrawala jadi acuannya. Tak peduli kilat menggelegar. Tidak takut akan badai yang menghantam.+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-83763589661171026522011-03-17T08:15:00.000-07:002011-03-17T08:18:25.272-07:00MualMendengar namamu diimla dengan sengaja<br />kenangan-kenangan asam merepuh di muka+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-78827882268989541242011-02-18T03:49:00.002-08:002011-02-18T03:50:00.706-08:00Sajak Bujang Tak Punya UangSabtu ini terlihat sendu<br />ketika kusadari betapa tipis ini saku<br />dompet biru merajuk malu<br />saat kusapa, "Aku kangen kamu,"<br /><br />Cicilan motor<br />ponsel canggih dari kantor<br />"Dor!"<br />lemas aku diteror<br /><br />Ingin aku bertualang<br />tapi bisakah bensin dibayar dengan kata: sayang?<br />sementara perut sudah bergoyang<br />karena belum diisi sejak siang<br /><br />Oh hari Sabtu<br />tangki bensin berdebu<br />duhai malam Minggu<br />meringkuk memegang erat perutku<br /><br />(15 Januari 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-90405987355272261612011-02-18T03:49:00.001-08:002011-02-18T03:49:40.761-08:00Kesan Pertama (2)Senja meredup malu-malu<br />sore itu di pelataran parkir minimarket sebelah gang Jambu<br />senyum angin terbawa bulan<br />kibarkan jilbab putih seorang gadis manis berpakaian Dinas Perhubungan<br /><br />Asap rokokku mengikutinya<br />bersidekap pada aura damai langkah kedua<br />binar matanya bagaikan kunang-kunang<br />berpedar dengan nyaman diantara umang-umang<br /><br />Sebuah bayangan tentang rumah, anak-anak, dan isteri tercinta<br />melambai saat ketika kami beradu mata<br />dua titik hitam ternaungkan alis yang melengkung utuh menatapku teduh<br />demi Tuhan! Hatiku langsung bersimpuh<br /><br />Gemulai tangannya kemudian memegang kendali kuda besi<br />lalu mundur tetapi terhenti<br />ah, ada lubang menghalangi jalan ban belakang<br />ia menoleh seperti meminta bantuan<br /><br />Berdebar, kawan!<br />kubantu ia sekuat tenaga<br />dengan pamrih tahu nama dan nomor ponselnya<br />harapanku membuncah!<br /><br />Jemari lentik itu cantik<br />jenjang, kukunya tiada yang panjang<br />matanya kembali melirikku<br />sementara tangannya meraba saku<br /><br />Tipis bibirnya sedikit terbuka<br />mungkin hendak menyebut nama<br />atau mendiktekan nomor ponselnya<br />dag-dig-dug-deg rasanya<br /><br />Harum kasturi semerbak kemudian<br />suaranya merdu serak-serak basah, kawan!<br />senyumku mengembang perlahan<br />seperti petani berharap pada hujan<br /><br />"Terima kasih, Mas," ujarnya pelan<br />sambil menyodorkan uang seribuan!<br /><br />(3 Januari 2011)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-60819154307984671752011-02-18T03:48:00.000-08:002011-02-18T03:49:15.268-08:00Kesan Pertama (1)Pertemuan pertama begitu mendebarkan<br />kami berjanji di sebuah perempatan<br />ponsel menempel di kuping dipegang tangan<br />"di atas motor hijau, aku pakai baju hitam,"<br /><br />Tak berapa lama, kami segera pulang<br />"aku harus di rumah sebelum jam enam,"<br /><br />Pertengahan jalan hujan datang<br />menepi lalu kami di warung emperan<br />baju kami basah<br />dan ku lihat, betapa cantiknya ia<br /><br />Tatapan kami bertemu<br />ssstt.. aku malu<br />kualihkan dengan meminta permen bungkus biru<br />amboi! berdebar rasanya hatiku<br /><br />Kami terdiam menunggu hujan reda<br />harum melati meruap dari pundaknya<br />selagi begitu<br />ku tahu pandangannya menelitiku<br /><br />Sekilas kulihat ia tersenyum<br />matanya melirik bolak balik<br />ah, gede rasa ini hati<br /><br />Astaga!<br />aku salah pakai celana!<br />jeans belel ini robek di pantatnya!<br /><br />(13 November 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-22779321235303791212011-02-17T02:38:00.001-08:002011-02-17T02:38:52.206-08:00Rumah (2)Debu berpusaran di sepatu gunungku<br />embun di ujung keladi menyambut lesu<br />dalam barisan tak rapi<br />di jalan setapak menuju rumah itu<br /><br />Pundakku memberat<br />kerinduan memuncak<br />airmata beriak<br />tiap langkah seperti terjerat<br /><br />Berpuluh hari sabtu<br />ku mencoba kembali<br />berharap mampu mengintip pagar hijau itu<br />serta mendengar lagi detik jam kayu mahoni<br /><br />Aku tahu, sadar juga memahami<br />rumah itu sudah ada lagi yang menghuni<br />bersihkan bulu-bulu kucing putih<br />dan memberikan semprotan pewangi<br /><br />Lima meter lagi<br />ah, itu dia<br />rumah yang kucinta<br />masih begitu asri<br /><br />Ku bersandar di muka gangnya<br />ingin rasanya segera ke sana<br />sekadar menyapa<br />pintu dan jemurannya<br /><br />Tukang gula-gula selintas lewat<br />dua orang memanggil ia<br />dua tangan saling menggengam erat<br />senyum bahagia terbesit dari bibir mereka<br /><br />Urung,<br />langkah kaki lalu ku kurung<br />iri, sedih, dan rindu luruh jadi satu<br />pada penghuni rumah itu<br /><br />Rumah itu tak lagi untukku,<br />sepertinya<br />daun-daun pun jatuh<br />seperti bulan lelap tidur di pelukannya<br /><br />Mataku gusar bak preman pasar Ramayana<br />inginku berkelebat ke dalam sana<br />mencuri bingkai-bingkai kenangan lama<br />lalu bakar aromaku yang tertinggal di sofanya<br /><br />Tubuhku bergetar<br />keringatku besar-besar keluar<br />"Kenapa tidak ku bakar saja,<br />sebelum semua menyisakan luka!"<br /><br />Korek kayu seharga seribu<br />terjentik oleh jari-jari yang layu<br />ku lempar<br />tubuhku terbakar!<br /><br />(14 Desember 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-43187698042270309862011-01-05T10:48:00.000-08:002011-01-05T10:51:28.759-08:00Puisi untuk diri pada tanggal iniHari ketiga di bulan pemula<br />membelai manja<br />ujung mata<br />yang masih terjaga<br /><br />Pekik riang sirene patroli polisi<br />lewati ruang ini<br />seperti memotong beberapa mimpi<br />dalam ukuran yang membuat iri<br /><br />Tak perlu hembusan pada lilin<br />untuk membuat semua mimpi itu terjalin<br />cukup kata di relung puisi<br />di untaian tuts keyboard pagi ini<br /><br />Hari ketiga di bulan pemula<br />kumulai kembali segalanya<br />letakkan beban di ruang belakang<br />lalu, terbang!<br /><br />(3 Januari 2011)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-91497123689201345552010-12-14T06:03:00.003-08:002010-12-14T07:18:16.914-08:00Air (mata)Airmata ini seakan tak mau berhenti<br />sementara air wudhu mulai mengering di rambutku yang keriting<br /><br />Tiap kali ku menghadap-Nya<br />doa-doa tanpa rima kupersembahkan kepada ia<br /><br />"tentang kebahagiaannya,<br />mimpi-mimpinya, keluarganya, juga semangatnya,"<br /><br />Karena semakin jauh untuk melepas sauh<br />cukup kujaga ia melalui Dia<br /><br />Karena hanya itu yang bisa kulakukan<br />sebelum kenangan tentangku di dirinya terhapus pelan-pelan<br /><br />(14 Desember 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-43042495374703451122010-12-13T20:46:00.000-08:002010-12-13T20:52:05.030-08:00Sendiriby: Sang Alang<br /><br />Di pantai ini<br />ku nikmati nyanyian dedaunan<br />mengalun manis dimainkan angin<br /><br />Mengajakku 'tuk kembali<br />mengenang setahun yang lalu<br />kala itu mimpiku dan mimpimu masih menyatu<br /><br />Kala hari mulai senja<br />kau bersandar di bahuku<br />kita nikmati surya tengelam<br /><br />Dan kau tulis nama kita<br />di atas pasir putih<br />sambil kau berucap semoga cinta kita 'kan abadi<br /><br />Andai saat ini kau ada di sisiku<br />aku takkan sendiri<br />dan tak sekedar mengenang cinta kita yang pernah ada<br /><br />Sendiri ku kembali<br />mencari cintaku yang hilang<br />hamparan pasir putih dan ombak yang bergulung<br /><br />Jingga mentari senja<br />adakah kau simpan kisahku<br />yang tenggelam bersamamu, yang terbenam bersamamu+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-7519031006735707632010-12-11T07:59:00.000-08:002010-12-11T08:01:09.805-08:00Rumah (1)Desah angin malam ini<br />dendangkan suara nyanyian hati<br />pagar-pagar yang mulai berkarat<br />memberi salam pada langkahku yang berat<br /><br />Kenangan menyusuri jejak kaki<br />jerat serta jerit saling memaki<br />limbung di tengah lumbung<br />tiada lagi tali itu tersambung<br /><br />Hujan, pelangi, dan melati<br />ingatannya memenuhi<br />rumah itu terasa panas<br />oala, hati ini teremas<br /><br />Pertengahan bulan setelah Lebaran<br />pondok bambu dan nyamuk hutan<br />airmata dan kekecewaan<br />dia terlihat dewasa seperti malam<br /><br />Lama, kusadari realita<br />ternyata telah terusir aku dari sana<br />rumah yang pernah ku pastikan selamanya<br />pekarangan, ruang tamu, kamar tidurnya asri... saujana<br /><br />Syahdan, di kala senja memerah<br />ku selalu pulang ke sana<br />membawa segenap penat<br />yang segera lenyap saat jemari itu tergenggam erat<br /><br />Tak terbuka kini<br />pintu rumah itu lagi<br />seperti sales asuransi<br />perlahan aku terusir pergi<br /><br />Sekian jauh perjalanan<br />aku selalu kembali ke sana<br />di saat mesti bertahan<br />tubuhku lelah lalu kalah<br /><br />Wahai, masih terlintas sketsa raut rumah itu<br />pinus di tepiannya berdesir berlagu<br />senandung rindu dari situ<br />melantunkan nada haru<br /><br />Ingin ku katakan<br />"izinkanlah aku pulang,<br />sebentar ataupun sekali saja,"<br />untuk kembali ke halamannya<br /><br />(11 Desember 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-48545398519426614302010-12-07T04:16:00.000-08:002010-12-09T11:11:43.565-08:00Asri"Ushollii fardhol ashri<br />arba'a roka'atin,"<br /><br />Sajadah cokelat<br />alas sholat<br />sekejab<br />tercekat<br /><br />Tatap diriku<br />yang menuju ruku<br />airmata meluruh<br />padahal baru rakaat ke satu<br /><br />Tak kuusap<br />biarkan hangatnya tersesap<br />dan aku tahu, pada saat itu<br />segala harap kugantungkan pada Yang Satu<br /><br />"Ushollii fardhol 'ashri<br />arba'a roka'atin,"<br /><br />(7 Desember 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8188764163320841109.post-49896500570804392742010-11-30T09:25:00.000-08:002010-12-02T21:34:56.018-08:00Kisah Hingga Pukul DuaRuang tamu rumah bercat biru<br />tiga hari sebelum hari Kartini<br />kami mendekatkan hati<br />setelah beberapa hari hanya saling menggenggam jemari<br /><br />Teh hangat tak terlalu manis terhidang<br />berikut panganan pasar<br />koran hari minggu alasnya<br />rokokku tersembunyi di saku celana<br /><br />Ibunya baru saja pergi<br />mengawasi ujian para calon penerus negeri<br />tinggal kami berdua<br />empat mata menantap berlama-lama<br /><br />Ia bersandar di bahuku<br />pipinya halus saat kusentuh<br />"alergiku kambuh,"<br />luruh aku saat ia merengkuh<br /><br />Suaranya lirih<br />lalu kami bercerita<br />tentang masa silam<br />tentang semua yang berharga untuk dikenang<br /><br />Ia memintaku bercerita<br />tentang kota kelahiran<br />ibunda<br />dan adik-adikku<br /><br />Dan aku juga<br />meminta hal yang sama<br /><br />Tentang ikhwal darahnya<br />ibu kantin di sekolahnya<br />lamanya magang di Teknora<br />juga tentang adiknya yang kuliah di Jakarta<br /><br />Betapa lucunya<br />saat ia merajuk<br />waktuku bergurau<br />"adikmu cantik ya,"<br /><br />Sofa tipis berlapis warna manis<br />di sisi jendela<br />jam kecil kayu mahoni<br />remah-remah roti di kaki kami<br /><br />Kedua bibir kami lalu bercerita<br />dalam jarak sepanjang bulu mata<br />ampas teh diantaranya<br />jemari kami.. ah, jangan ditanya<br /><br />Siang, pukul dua<br />aku pamit kembali bekerja<br />kutinggalkan hatiku di sana<br />dengan janji membahagiakannya<br /><br />(1 Desember 2010)+imajikusendiri+http://www.blogger.com/profile/01434924276936148985noreply@blogger.com4