Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2011

Ekspedisi Menuju Ujung Bumi (2)

Bagian Kedua: Dalam Perjalanan Langit mendadak tak bersahabat. Samudera menderu semaunya tiba-tiba. Kapal sang Nahkoda oleng begitu rupa. "Berpeganglah pada sajak dan tiang," jerit panik gelembung-gelembung di sisi barat. Kacau! Lalu semuanya jadi putih. Tersadaria, pelangi tak lagi merupa di garis cakrawala. Pun, tiada terpantul di samudera Pelangi lenyap begitu semua harap tersesap (25 April 2011)

Ekspedisi Menuju Ujung Bumi

(Awal Perjalanan) 1. Angin tertahan. Sedikit mati. Dan, hujan pun pelan-pelan menghilang di balik bayang-bayang bulan. Derai ombak bergerai sendu di tepian itu perahu. Dayung dan layar tiada lagi bergetar, meski di setiap yang tersinggah begitu banyak rasa yang terhampar. Bunga dalam jambangan pun kian layu, berganti perdu bersisian dengan empedu. 2. "Ekspedisi Menuju Ujung Bumi" begitu kata berita setiap hari. Nahkoda berkacamata berdiri dengan bangga di awal perjalanannya. "Saya kuat dan bercahaya," katanya ketika para pewarta mewancara. Lalu robekan kertas warna meletus mengiringi kayuhan pertama. Senyum manis dan wajah yang klimis tersenyum jemawa. "Laut adalah temanku. Dan badai adalah selimutku," ujarnya kembali kepada orang-orang di dermaga. 3. Semburat cahaya melintasi titik air sisa hujan siang hari, lalu melengkung dengan lekuk yang melankoli. Terpecah menjadi tujuh warna. Ah, pelangi yang sempurna. "Amboi! Indah nian pelangi itu," liri