Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2008

Surat Ketujuh

SENIN, 17 NOVEMBER 2008 Untuk kekasihku: yang tetap menari dalam sepi Wahai kekasihku, bagaimana kabarmu di sana ? Aku harap kau tetap seperti yang pernah tertanam dipikiranku. Lembut dan menenangkan. Kurasa telah cukup lama aku tak menyapamu, dan aku mohon maaf akan itu. Keadaanku di sini terlalu kacau, bahkan hanya untuk sekedar menulis paragraf awal. Aku sedang berada di titik paling membosankan dalam kehidupanku. Ditambah ketidakhadiranmu, membuat segalanya semakin terasa tak menyenangkan. Kamu tahu, aku telah menyelesaikan ur usanku di sini. Aku telah menunaikan semua kepentingan oran g-orang yang mendukungku. Ya, kuliahku telah selesai, bersamaan dengan hujan yang turun dengan tiba-tiba pada hari itu, 4 November 2008. Tetapi, entah kenapa aku tidak merasakan euphoria yang seperti oran g-orang lain yang mendukungku. Seperti ada ‘sesuatu’ yang lain lagi ‘di sana ’, menungguku dengan pisa u di tangan kiri dan pedang di punggungnya. Atau, seperti naik rollercoaster , saat ki

Surat Keenam

SABTU, 13 SEPTEMBER 2008 Untuk kekasihku: yang masih selalu menari-nari di tepi ranjang mimpi, Aku ingin marah saat ini! Memaki-maki! Menghancurkan apapun yang ada! Tapi kepadamu atau oran g lain, hanya ingin marah-marah saja. Melepaskan kekesalan yang mengendap menjadi kerak di otak. Kau tahu, kenapa aku ingin marah? Kau ingat surat terakhirku kemarin, di sana kutulis bahwa aku sedang mengurus ‘hal-hal yang tak masuk di akal’. Dan, rasa amarah ini berhubungan dengan ‘hal’ tersebut. Ada satu kejadian yang membuat aku merasa kesal, dilecehkan, diremehkan, diinjak-injak kepalaku tanpa bisa aku melawan (atau lebih tepatnya, tanganku diikat dan mulutku dibebat sehingga aku hilang daya untuk bisa melawan!). Akan kuceritakan sedikit. Saat ini aku sedang mencoba meraih tiket untuk bisa menghadapi masa depan yang mungkin lebih cerah. Akan tetapi, usa haku tersebut terbentur dengan ‘hal-hal yang tak masuk di akal’ yang membuatku kesal tadi. Dan, ‘hal-hal’ itu berkaitan sangat erat de

Surat Kelima

SABTU, 23 AGUSTUS 2008 Untuk kekasihku: yang tak pernah nyata, Aku di sini, di sudut penantian yang tidak pernah usai, menantimu kekasihku. Datanglah malam ini atau esok pagi atau esok sore atau kapan saja, tempati kembali tempatmu di sampingku, karena setiap hari rindu ini semakin memuncak menimbulkan risau tak berkesudahan. Datanglah kekasihku, entaskan rindu yang tak pernah ada habisnya ini, meski mabuk dari ganja yang kucecap demikian rakus sudah hilang dari persemaian badan, pun dengan berbotol-botol alkohol yang mengalir deras di kerongkongan tak jua mangkus untuk sekedar mencungkil sedikitpun. Demikian dahsyat rindu yang tiada pernah habis ini sayang, hingga teriak parau menyebar aroma perpaduan alkohol dengan nikotin kernet-kernet bis di kota kecil ini terdengar seperti nyanyian merdumu saat engkau merayu, mendendangkan sejuta tembang magis penggugah hasratku untuk selalu memainkan nada-nada erotis, membelai bibirmu dengan sesuap cinta abadi. Dan takkan pernah terlupa baga

Surat Kempat

RABU, 6 AGUSTUS 2008 Untuk kekasihku: yang entah sampai kapan hanya berupa bayang-bayang, Kekasihku yang begitu menawan embun pagi hari, Bagaimana kabarmu hari ini dan kemarin? Masihkah senyummu secercah derak derap langkah semangat semut kecil, seperti terakhir kali kita berpelukan di alam mimpi yang abstrak? Atau, masihkah binar matamu sebening air liur anak-anak kelaparan di Somalia –saat mereka punggung mereka yang tengkurap lemas dielus-elus tangan kiri Wong-wong Londo, sementara di tangan kanan memegang burger yang mereka lahap sendiri? Ah, aku berharap semua kenangan masih tersimpan. Surat ini aku tulis dengan perasaan yang sangat tak menentu. Sebenarnya selama ini aku menguatkan diri untuk tidak menulis surat -banyak urusan yang tak masuk di akal (kalau boleh meminjam istilah dari Bang Iwan Fals). Banyak hal yang sangat membutuhkan konsentrasi tinggi untuk diselesaikan, sehingga aku takut, bahkan untuk sekedar membayangkanmu. Karena aku tahu, dan kau pasti juga tahu,

Surat Ketiga

Selasa, 22 Juli 2008 Untuk kekasihku: yang masih juga aku belum bisa membayangkan, Hatiku menangis tadi malam. Mataku terpejam sambil memaki tak lama kemudian. Tak berani melihat tayangan yang mengiris-ngiris kalbu. Ada sebuah tayangan tentang realitas kehidupan di Ibu Kota negeri ini. Tentang kehidupan malam anak jalanan yang masih mencari rezeki di antara gemerlap lampu taman dan kedap-kedip lampu lalu-lintas. Bernyanyi dengan alat musik sederhana di sela-sela kendaraan yang berhenti waktu lampu lalu-lintas menyala merah dan di antara denting garpu dan sendok yang beradu dengan geligi di warung makan pinggir jalan. Terus terang sayang, tak terasa air mataku menetes perlahan. Aku bukan menangisi atau merasa kasihan dengan nasib mereka yang (ya Tuhan!) masih berumur belasan tahun, masih SD atau SMP! Harus mencari uang untuk bisa makan, karena aku yakin mereka adalah manusia-manusia terpilih yang dikaruniai dengan keteguhan dan mental baja. Air

Surat Kedua

JUM’AT, 11 JULI 2008 Untuk kekasihku: yang masih belum aku tahu siapa, Apa kabar kekasihku? Bagaimana keadaanmu di sana ? Aku di sini baik-baik saja meski sudah tiga hari hanya makan pepaya yang tumbuh di pekarangan kos-kos an ku sebagai pengganti nasi dan lauk-pauknya, yah maklumlah, pengangguran yang tak terdeteksi. Hehehe. Oh ya, surat ini aku kirimkan untuk mengatasi keterbatasan kita dalam berkomunikasi selama ini. Karena aku tidak menemukan e-mail balasan darimu di inbox e-mailku selama satu minggu ini. Tidak seperti biasanya. Tidak pula datang sms balasan darimu selama beberapa hari ini. Tidak seperti biasanya. Dan, tidak pula account -mu kutemukan aktif saat account messanger milikku kuaktifkan kemarin lusa. Tidak seperti yang telah kita janjikan malam sebelumnya untuk saling menyapa di alam maya. Tapi tenang saja bidadariku, aku tidak menaruh curiga padamu, karena aku tahu apa yang terjadi sehingga engkau tak seperti biasanya yang

Surat Pertama

SENIN, 7 JULI 2008 Untuk kekasihku: yang belum aku tahu siapa, Ini adalah surat pertama aku tulis untukmu. Kau baca: “ surat pertama”, berarti akan ada lagi surat kedua, ketiga, keempat, dan selanjutnya. Aku tak tahu kenapa aku nekat untuk menyatakan rasa sayangku padamu, padahal engkau pun tahu bahwa kita belum saling mengenal, bahkan rupamu pun belum aku tahu meski kucoba untuk membayangkannya. Aku pun sendiri tak mengerti kenapa bisa aku tergerak untuk menulis surat ini. Mungkin aku terbawa sedikit suasana setelah baru saja tadi membaca sebuah novel romantis karya Kang Abik yang judulnya “Pudarnya Pesona Cleopatra”, tentu kau tahu bukan pengarang itu, karyanya yang fenomenal, “Ayat-ayat Cinta” membuatnya menjadi seorang milyader baru dan dijuluki sebagai “Novelis No.1 Indonesia”. Dan, itu membuat aku sedikit bingung dengan kriteria yang dibutuhkan untuk menyebut seorang pengarang sebagai “Pengarang No.1” tersebut. Apakah jumlah buku yang habis terjual

Sekarang, giliran kamu yang cerita …

(utk: AnggurPutih) lihat! titiktitik bintang mulai pergi bergegas melangkah jauhjauh dari kita saat kau bercerita tentang aku yang membawa kitab palsu , tapi aku bukan nabi! dengar! ayamayam jantan berjalu tajam, bangun lalu tidur lagi tak ada niat berkokok kini aku mengganti mereka berkokok dalam hati. rasa! seperti subuh yang berlari meninggalkan embun bergulir angkuh di sulur pohon tomat di tengah kebunku yang berlubang. bernanah. karena sekarang, giliran kamu yang cerita. cerita yang cuma muntah! (Bd.Lampung; 1 Maret 2008; 05:06AM )
*Sebuah buku yg bisa membuat kita geram dengan keadaan religiuitas di Indonesia sekarang ini. Cukup komprehensif dg realitas yg ada, dan bisa membuat kita berpikir tentang bagaimana seharusnya Agama ataupun ormas2 keagamaan lainnya bersikap terhadap kondisi yg telah terjadi (imajikusendiri).
*Untuk feminis2, buku ini menarik untuk diteliti. Menurut saya, banyak sekali teks2 yang berusaha menunjukkan ke-superioritas-an maskulin dan yang (menurut saya) melecehkan perempuan. Kalau Anda benar2 feminis sejati, saya yakin, Anda akan merasa 'gerah' setelah membaca buku ini.

(utk) baru?

How do i look now? lebih baik atau malah lebih buruk? aku ingin penilaian kalian, karena aku tidak bisa menilai diriku sendiri. Ucapkan apa yang kalian mau. kejam, kasar, lembut, atau bahkan yang hanya sekedar utk menyenangkan saja. Katakan saja, karena itu aku perlu. Bagaimana kalian sekarang? Tanya sama orang di sekitar kalian, karena kalian akan memerlukannya. Bukan untuk orang-orang itu, atau siapa pun, tapi kalian sendiri. Bagaimana Indonesia sekarang? Atau daerah lokal kalian? Ucapkan saja yang kalian rasa. Karena mereka perlu itu, meski pada awalnya akan bersikap difensif. Jadi? Bagaimana?

Lagi-lagi Ngaco!

Salah satu hal yang paling aku benci dari dunia ini adalah uang! Tanpa uang, kita akan menjadi sampah! makan sampah! bahkan berak sampah! Menjadi air liur yang menetes saat melihat saudara-saudara sendiri makan sambil cekikikan dari balik kaca sebuah rumah makan padang atau restoran fastfood ternama. Menjadi isak tangis yang tak mengeluarkan air mata saat melihat saudara-saudara sendiri melemparkan toga saat wisuda atau mencoret-coret baju seragam saat hari kelulusan sekolah. Tanpa uang kita tak akan menjadi "orang" di masyarakat. Tetapi, dengan uang kita tidak akan pernah menjadi "kita" di depan orang. Dan satu hal yang lainnya adalah agama! Karena dengan memilih tidak beragama, kita akan dilempari kotoran sapi yang bahkan oleh saudara sendiri! dibakar hidup-hidup yang bahkan oleh guru ngaji kita sendiri dahulu! menjadi semua yang dikutuk oleh leluhur! Karena dengan beragama, aku menjadi sesosok manusia yang bukan manusia. Kita tidak akan pernah bisa mandiri, segal

Tetap tak berputar

Aku berada di titik paling rendah dalam hidupku Setiap hari yang berlalu seakan sama, tak bergerak, tak berputar Kadang aku nikmati Kadang aku sesali Apa arti sesal ketika hal itu telah terjadi Apa arti nikmat ketika itu menjadi sesat Aku berlari di atas lantai yang berjalan Ku berlari 5,6,7 langkah mencoba mengejar Ia berjalan 10,11,12 lebih cepat Semakin jauh, semakin jauh, semakin jauh Untuk apa mengejar Untuk apa berlari, Ia tetap melangkah lebih jauh

Kita Sedang Bermimpi?

tinggalkanlah gengsi hidup berawal dari mimpi gantungkan yang tinggi agar semua terjadi rasakan semua peduli itu ironi, tragedi senang bahagia hingga kelak kau mati (Hidup berawal dari mimpi: Bondan feat. Fade2Black) akhir-akhir ini aku sering memutar lagu tersebut. setelah lagu itu usai, kerap kali aku dihenyak oleh pikiranku sendiri. ternyata hidupku hanyalah mimpi. lebih lagi, mimpi di siang bolong yang datang telat. semua kejadian, makan, minum, ditolak cewek, bercinta dengan pelacur hanya mimpi! hidup berawal dari mimpi dan berakhir di mimpi. kadang aku heran dengan orang-orang yang seakan tidak sadar bahwa hidup di dunia ini adalah mimpi dan akan berakhir ketika kita bangun dan memndapati sebuah dunia yang berbeda. bukan kematian. bukan surga. bukan neraka. sebuah tempat yang tak mungkin bisa dijabarkan oleh kata-kata sakral kitab suci manapun. mereka berbuat semaunya kepada orang lain. men-justifikasi tanpa selidik dahulu. menghalalkan atau mengharamkan menurut pandangannya send

Biarkan Mengambang

Dan bulan pun terkejut dalam lamunannya, kemudian bersembunyi dengan sempurna dibalik awan-awan yang berbanjar tiga-tiga pada suatu ketika engkau berteriak di ujung gendang telinga, bahwa engkau tak bisa melupakan ia. Ketika engkau berkata selalu ada gambar dirinya disetiap benda yang terlihat oleh mata, seakan semua gambar dirinya tertanam di permukaan retinamu dalam bentuk tato yang abstrak. Aku hanya diam dan terus mendengarkan bahwa kau tak pernah bisa melupakannya. Atau dilain waktu saat suaramu terdengar begitu rendah menyerupa desah yang teramat mesra –sehingga desahan daun-daun kelapa pun kalah mesra, tentang betapa berat hari-hari yang kau jalani tanpanya. Kau begitu kehilangan; aku menyimpulkan. Kau berbisik di telinga kiriku kau merasa kehilangan dia disaat semua suara atau bebunyian yang dikenal di dunia ini tak lagi terdengar, saat semua menjadi sunyi. Kau merasa dia begitu berarti saat engkau kehilangan tawa dan menyucurkan air mata satu-satu dari mata yang membuat kau me

Coba Kita Gila!

aku membayangkan betapa menyedihkannya menjadi manusia yang waras. konsekuensi dari kewarasan itu, kita dihadapkan oleh berbagai macam persoalan dalam hidup yang (terpaksa) harus kita hadapi dan tanggung jawab yang (lagi-lagi terpaksa) harus kita pegang. meski hanya setengah hati. aku membayangkan nikmatnya menjadi orang gila atau setidaknya setengah gila atau berpura-pura gila. bukan 'gila' seperti kata dono kepada indro ("Gila lu Ndro!"). tapi gila yang "benar-benar gila!". coba bayangkan. tak ada tanggung jawab yang membebankan. tak ada persoalan yang musti dihadapi. karena tak ada "apa-apa" di dalam kepala kecuali gumpalan lemak bernama otak yang kosong. tak ada ocehan dari orang lain yang kita pedulikan saat kita telanjang berlari-larian di depan mall. tak perlu susah susah menentukan pilihan (yang memang tidak pernah ada yang baik) saat pilkada. tak ada tekanan untuk lulus saat sudah memasuki tahun terakhir kuliah. tak ada apa-apa. tak ada ap

Percaya yang terbakar

Telah aku sampaikan kepada mereka Kesanggupanku untuk menjadi api Diantara pilar pilar es istana Diantara tiang tiang bambu saung pematang sawah Hanya 1 pemantik menjadi modalku Bisa kuraih saat ini juga Maka semua akan terbakar Aku tidak percaya pada mereka Aku tidak ingin percaya padanya juga Bahkan sejak dulu aku tak percaya aku Sampai sekarang hingga aku ingin semua terbakar! Terbakar! Terbakar! T.E.R.B.A.K.A.R.!.! (1 Juli 2007, 6:16 AM)

imaji saat itu

kau berbaring diantara bunga pengantar tidur dengan pakaian purba yang kau kenakan malam itu kau terlihat begitu cantik menggoyang tali jembatan surga neraka jatuhkanlah aku ke dalam neraka birahi yang nyaman ranum buah khuldi bahkan tak menyaingi indah liang rahimmu tak ada parfum di dunia yang sewangi aroma keringatmu yang mengalir deras saat kita berpacu di waktu yang sempit setelah kita makan siang aku dan kau semakin basah dengan imaji yang semakin liar kita bergerak tambah cepattambah dan tambah lagi cepat kau pun mengiringi tarian ini tanpa kesah sesal nikmatilah sayang reguklah saat ini begitu berharga belum tentu kita bertemu esok atau lusa