Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2009

Surat Keduabelas

Jum’at, 27 Februari 2009 Untuk bunga kenanga di Jum’at pagi yang suci Pagi ini mendung. Matahari tersembunyi di ketiak awan yang mengandung titik-titik air. Para pelari pagi berlari dalam udara yang dingin. Dan aku, duduk bersandar di dinding kamar yang telah mengelupas catnya, ditemani sepotong roti sisa semalam dan sepuntung rokok yang kudapat dari asbak. Tetapi, aku sehat, raga dan jiwa. Bagaimana dengan kau? Baru saja aku menyalakan TV, sekedar menghilangkan mumet sambil menunggu kantuk, menonton acara pagi favoritku: SpongeBob SquarePants. Sungguh menyegarkan melihat bagaimana lugunya SpongeBob dalam memandang dunianya ataupun hal-hal di sekitarnya, atau tentang betapa bodohnya atau pandirnya si Patrick –sobat kental yang sama konyolnya SpongeBob. Mereka –menurutku, merupakan representasi dari sikap anak-anak di dalam dunia orang dewasa. Mungkin begitu cara pandang anak-anak. Semua terlihat selalu baru, mengagumkan, membuat penasaran, tidak ada yang tidak menyenangkan, dan semua m

Surat Kesebelas

Rabu, 25 Februari 2009 Untuk bunga pagiku, Sepotong puisi untuk dirimu, yang tercipta tak sengaja. Ada wangi di udara pagi ini menyapaku dengan senyum hangat. Pada titik embun yang menjuntai malas di ujung rerumputan. Pada daun-daun kenanga yang menguning, menanti. Aku berharap, wangi itu menyambutku dalam keharuan lima purnama. Pagi. Sebuah siklus waktu dimana para penyongkel jendela rumah-rumah yang ditinggal pergi penghuninya kembali pulang ke rumah sendiri membawa sedikit rejeki penambah kepulan asap dapur. Pagi. Sebuah siklus waktu dimana kaum-kaum hedonis terkapar tak sadarkan diri di tepi ranjang kamar hotel dengan bau santar alkohol di mulut dan sisa muntah yang menempel di pipi, setelah semalaman suntuk berpacu dengan irama musik dan denting gelas berisi Martini atau Vodka atau Tequila yang datang tanpa henti. Itulah arti Pagi. Pagi. Sebuah siklus waktu dimana gelandangan-gelandangan menggerutu sambil membereskan kardus alas tidur mereka yang berdebu di emperan toko di bawah

Surat Kesepuluh

Selasa, 6 Januari 2009 Untuk kekasihku: yang selalu bergelora dalam imaji kesendirianku. Mari kita bicara tentang cinta. Tentang cinta yang bisa membuat sebuah wilayah yang dahulu penuh kedamaian berubah menjadi ladang pembantaian. Tentang cinta akan agama -yang membuat, dengung-dengung nada harmoni kasih yang mengalir alami dari balik dinding masjid berukiran kaligrafi tingkat tinggi, nyanyian-nyanyian beraroma madu yang menembus pusat syaraf dari sela-sela menara gereja yang terlapisi lukisan-lukisan paling indah sepanjang masa, tarian-tarian berdaya magis penyerahan diri kepada Sang Kuasa yang terlantun dari debu-debu lantai kuil- menjadi ajang sumpah serapah kepada saudaranya mengatasnamakan Sang Pencipta masing-masing agama. Mereka buta atau tidak membaca atau tidak mengerti? Tidak ada agama manapun yang membenarkan pembunuhan. Mari kita bicara tentang cinta. Tentang cinta yang selalu bergolak dalam jiwa patriotisme diantara putaran waktu, yang lamat-lamat kemudian tak dapat dibed