Langsung ke konten utama

Postingan

Memangkas Antrean di Kasir Tanpa Uang Kontan

Ilustrasi pembayaran menggunakan kartu debit (FOTO: Tri Purna Jaya/Dok. Pribadi) Oleh: Tri Purna Jaya Semenjak masa darurat pandemi Covid-19, kartu ATM saya menjadi jarang ‘mencium’ aroma parfum bilik anjungan tunai mandiri, baik itu di mini market maupun di bank. Kartu ATM yang mulai memudar warnanya ini, kuning dan biru, lebih banyak disentuh oleh mbak-mbak kasir jelita nan teliti di area perbelanjaan, khususnya menjelang di minggu pertama tiap bulan. Yup, transaksi jual-beli (baca: pembayaran) yang dilakukan keluarga kami saat ini lebih sering terjadi secara digital. Terlebih, ketika belanja bulanan kebutuhan rumah tangga dan anak-anak. Belanja dengan si kecil “Ayah, habis ini cari diapers adek, ya. Terus susu, shampo, sabun (mandi) cair, handsanitizer , sama sabun cuci,” kata Gina, istri saya ketika kami berjalan di lorong kebutuhan dapur di salah satu supermarket di Bandar Lampung beberapa waktu lalu. Hari itu akhir pekan di minggu pertama, honor dari kantor sudah masuk ke rekenin
Postingan terbaru

Semburat Gatra pada Kata

Tempias merah kekuningan mengalun Sore itu sesuatu yang lama terbangun Jalanan Sekolah taman kanak-kanak Durian Gorden putih pagar hijau mengandak Raksi itu menguar lagi Melati putih dari tepian delusi Hujan Gerai waralaba Seragam surat kabar harian Garis tipis di balik kacamata Bunga rindu memercik segala rupa Sepuluh tahun persona menjadi gatra pada kata Pesan singkat Lembah hijau Empat rakaat Distorsi hasrat hanya sebuah derau Dendam kini lagi tiada Hanya narasi indah tentang engkau ---Bandar Lampung, Februari 2020

Membaca Ending Video Klip ‘Akad’ Payung Teduh

Mungkin ini sangat terlambat buat menulis soal video klip terbaru dari Payung Teduh, Akad. Sudah lebih dari dua bulan sejak video klip itu diunggah di YouTube. Tapi biarlah, karena memang perspektif ini baru saya dapatkan setelah menonton video klipnya. Baru nonton? Iya, saya baru nonton video klipnya, meski sudah mendengar lagunya pada Juli lalu. Kenapa baru nonton? Alasannya sih simpel, lagu-lagu Payung Teduh jauh lebih enak didengar pakai headphone sambil tidur-tiduran, jadi video klipnya pun tidak terlalu penting. Beberapa hari lalu, sambil nemenin Aleesya main, saya iseng googling soal ‘Akad’ ini. Hasil pencarian menampilkan berita mengenai video klip lagu ini di-blur, ditarik kembali, diunggah yang baru, dan ending yang menyedihkan. Lantaran penasaran, saya buka YouTube dan menontonnya. Tak perlu bicara banyak mengenai jalan cerita video klip itu; seorang lelaki paruh baya yang menjadi supir taksi online, penumpang yang beragam: sepasang kekasih, satu keluarga

Dan Beginilah Pertemuan Itu Berakhir

(Sebuah undangan pernikahan Gina Noviana dan Tri Purna Jaya) ini kisah tentang kami sebuah kisah biasa–biasa saja tentang pertemuan yang sederhana hidup, selalu berbicara tentang pencarian kita tidak akan tahu, apa yang akan ditemukan, melintas, ataupun terlewatkan seperti daun yang hanyut terbawa arus tiada pernah tahu akan bersilangan dengan apa di muara sekali lagi hidup adalah selalu tentang pencarian adakalanya pertemuan yang tak disengaja sangat menyenangkan seperti pertemuan kami yang sederhana dan kami, ingin mengundang anda; teman, sahabat dalam perayaan pertemuan dan pengikatan jiwa kami menjadi satu Minggu, 9 Agustus 2015 Di Jalan Sentosa Mega Mendung Nomor 1374, RT 30/08 Plaju, Palembang akan menjadi ingatan di hati bilamana sahabat turut menghadiri

Seperti Inilah Hidup Kita

Seperti inilah hidup kita sebelumnya: bukan apa-apa bukan pula siapa-siapa hanya ranting diantara dua muara Dan kita sama-sama malu mengakui senyum yang tersipu pipi yang merahjambu pada hari minggu itu Rasa-rasa jadi berbagai rupa matahari menari setelah kata: "iya" lalu waktu melambat seperti mengerti kau dan aku yang ingin saling berbaring di masing-masing sisi

Senja Menuju Pulang

Senja merembang perlahan dari balik tepian gerbang Saburai. Artikelku selesai dan kawan-kawan mulai membereskan dunianya: kamera, handycam, laptop, dan kertas coretan wawancara. Aku pun demikian. Dan, masing-masing bertukar sapa untuk bertemu rupa di tempat yang sama esok dan lusa. Saburai mulai bernafas saat senja. Kursi-kursi plastik warna merah dan meja-meja yang sewarna bermunculan membentuk bunga. Aroma kopi, roti panggang, dan jagung bakar silih berganti dengan cekikik gadis-gadis muda yang berbonceng tiga tanpa helm dan motor matik. Aku belum pulang. Entah apa yang menahan. Apakah menanti azan ataukah senja-ku yang tak kunjung datang. Kuraih ponsel pintar warna putihku. Ku kirim surel sederhana tentang senja menuju pulang. Ah, sebentar lagi malam dan azan sudah berkumandang.

Sajak Pagi di Jalan Lintas yang Sepi

Jika aku ucapkan selamat pagi kepadamu pagi ini barangkali jalan lintas masih sepi dan pagi belum kembali debu-debu mendengkur berlagu nyenyak di atas batu Bilamana ku ucapkan selamat pagi kepadamu pagi ini barangkali satu dua embun mulai menyapa tertawa kecil sedikit mesra dan menetes pada sisi bantal dimana kepalamu terkulai tenang dan damai Kalau aku ucapkan selamat pagi kepadamu pagi ini barangkali secangkir kopi dua potong roti menjadi sempurna iringi senyummu menyapa dunia Dan setelah aku ucapkan selamat pagi kepadamu pagi ini barangkali aku kembali  tertidur melempar alarm ke pintu dapur memimpikan binar matamu sabtu malam lalu "Selamat pagi, semoga hari ini lebih berarti"