Langsung ke konten utama

Memangkas Antrean di Kasir Tanpa Uang Kontan

Ilustrasi pembayaran menggunakan kartu debit (FOTO: Tri Purna Jaya/Dok. Pribadi)


Oleh: Tri Purna Jaya

Semenjak masa darurat pandemi Covid-19, kartu ATM saya menjadi jarang ‘mencium’ aroma parfum bilik anjungan tunai mandiri, baik itu di mini market maupun di bank.

Kartu ATM yang mulai memudar warnanya ini, kuning dan biru, lebih banyak disentuh oleh mbak-mbak kasir jelita nan teliti di area perbelanjaan, khususnya menjelang di minggu pertama tiap bulan.

Yup, transaksi jual-beli (baca: pembayaran) yang dilakukan keluarga kami saat ini lebih sering terjadi secara digital.

Terlebih, ketika belanja bulanan kebutuhan rumah tangga dan anak-anak.


Belanja dengan si kecil

“Ayah, habis ini cari diapers adek, ya. Terus susu, shampo, sabun (mandi) cair, handsanitizer, sama sabun cuci,” kata Gina, istri saya ketika kami berjalan di lorong kebutuhan dapur di salah satu supermarket di Bandar Lampung beberapa waktu lalu.

Hari itu akhir pekan di minggu pertama, honor dari kantor sudah masuk ke rekening tabungan malam sebelumnya.

Kebutuhan rumah dan anak-anak menjadi target utama belanja awal bulan.

Anak kami dua, perempuan. Si sulung, Aleesya berumur 4,7 tahun. Si bungsu, Shanum berumur 1,8 tahun.

Kebutuhan mereka adalah yang paling banyak, mulai dari diapers, susu, madu, sari buah, hingga makanan ringan.

“Ayah, kakak ambil ini sama ini ya, pliiis...,” kata Aleesya sambil mengedipkan mata, di tangannya dua bungkus besar wafer berbeda merek.

Paling banyak kami beli adalah makanan ringan. Ini bukan karena apa-apa, selain kedua putri kami sangat doyan makan (baca: ngemil), ini juga untuk membatasi mereka keluar rumah.

Di masa pandemi ini, kami memang sangat membatasi pergi keluar rumah, menghindari kerumunan. Apalagi, kami punya dua anak kecil.

Kami tidak mempekerjakan pengasuh. Sehingga, anak-anak terpaksa harus dibawa jika belanja kebutuhan di awal bulan tersebut.

Dan ini menjadi problem tersendiri.

Dengan membawa anak-anak, menjadi sangat riskan saat berada di pusat keramaian yang penuh dengan kerumunan.

Saat mencari barang dalam daftar belanja, mungkin kami bisa menghindar dari kerumunan dan menjaga jarak.

Tapi jadi beda soal saat mengantri di kasir untuk membayar belanjaan.

Meski pengelola super market sudah memberikan tanda, membawa anak-anak akan sangat susah menerapkan physical distancing, apalagi jika barang belanjaan banyak.

Terlalu lama di kerumunan antrean, resiko Covid-19 makin mengincar.


Antrean di kasir mengular karena uang kembalian

“Selamat sore, Ibu. Pakai debit atau cash, Ibu?” kata Mbak Kasir kepada seorang perempuan yang berada di depan antrean saya.

Barang-barang belanjaannya sudah dibungkus plastik. Saya hitung lebih dari lima bungkus besar. Tiga remaja berdiri di belakang ibu tersebut. Mungkin anak-anaknya.

“Tunai, Mbak,” jawab ibu tersebut.

Dia menyerahkan uang kertas warna merah sebanyak enam lembar. Mbak Kasir menyebut angka pembayaran dan jumlah uang kembalian.

Laci mesin kasir terbuka dan si mbak mencari uang kembalian. Namun, uang pecahan untuk kembalian habis.

Mbak kasir berseru kepada rekan kerjanya di meja seberang. Menyebutkan nominal uang pecahan untuk ditukar.

“Ada lima ribu sama dua ribuan nggak? Tukar, punyaku habis,” kata si Mbak Kasir.

Sementara menunggu rekannya mencari uang pecahan, antrean di belakang kami mulai panjang. Istri saya sudah misuh-misuh.

“Duh lama banget sih, lagian nggak pake debit aja, tinggal gesek, selesai,” kata istri saya.

Saya menoleh ke arah istri saya, lalu menengok ke belakang, antrean masih panjang. Di meja kasir sebelah dan seberangnya pun antrean juga mengular.

“Udah, kamu sama anak-anak tunggu di depan aja, biar saya yang bayar. Sini (kartu) debitnya,” kata saya.

Transaksi ibu berbelanjaan banyak dan uang tunai di depan saya sudah selesai. Saya maju dan menaruh barang belanjaan kami di meja kasir.

“Selamat sore, Pak. Pakai debit atau cash, Pak?”

“Debit, Mbak,” kata saya.


Penggunaan uang digital memangkas waktu antrean

Berkaca dari kejadian ibu berbelanja banyak dan uang tunai itu, penggunaan uang digital menjadi krusial. Terlebih dalam konteks masa pandemi Covid-19 sekarang ini.

Dimana, masyarakat sangat dianjurkan untuk menghindari kerumunan. Namun, jika memang tidak bisa sama sekali menghindar, meminimalisir waktu di keramaian patut dilakukan.

Uang tunai dalam konteks pembayaran memiliki sejumlah kerumitan, yakni tidak adanya pecahan hingga ke satuan terkecil.

Jika harus ada uang kembalian, tentu sangat menyulitkan dan menghabiskan waktu.

Uang digital –dalam penggunaan oleh kami, kartu debit– menjadi pilihan utama untuk transaksi, khususnya di pusat perbelanjaan, karena bisa memangkas waktu dalam antrean di kasir.

“Ayah, uang kembaliannya mana? Mau kakak tabung,” kata Aleesya.

“Lha, kan digesek tadi (pakai debit), nggak ada kembalian dong. Tapi nanti ayah kasih, nih ada dua ribu,” kata saya.

 

Komentar