Untuk kekasihku: yang masih selalu menari-nari di tepi ranjang mimpi,
Aku ingin marah saat ini! Memaki-maki! Menghancurkan apapun yang ada! Tapi kepadamu atau
Kau tahu, kenapa aku ingin marah? Kau ingat
Akan kuceritakan sedikit.
Saat ini aku sedang mencoba meraih tiket untuk bisa menghadapi masa depan yang mungkin lebih cerah. Akan tetapi,
Kehidupanku selanjutnya bergantung di tangan mereka, meskipun aku sudah berusaha keras, mengorbankan waktuku yang sangat sedikit, berulangkali memeras keringat yang hampir kering. Tapi, semua pengorbanan itu aku sadari dan hal itu memang diperlukan. Setiap perbuatan pasti memiliki konsekuensi dan resiko di baliknya.
Aku menyadarinya sungguh-sungguh, dengan tanpa penyesalan. Tapi apa yang terjadi? Mereka,
Salah satu dari mereka pernah melecehkanku dengan perkataan yang tidak bisa ku tolerir sama sekali. Tidak ada sedikitpun pemikiran yang penuh logika yang bisa ku cerna dari perkataannya. Benar-benar tidak bisa kutemukan. Dengan seenaknya salah satu dari mereka menyalahkanku. Memberi
Apakah kau tahu, sayangku? Kenapa aku tidak bisa menyanggah kesalahan yang ditimpakan kepadaku meski aku ingin melawannya, kenapa tetap aku menjadi
Kekuasaan dan kewenangan adalah sesuatu yang mutlak dipunyai untuk kita bisa berdiri tegak di dunia ini. Tanpa itu, kita hanyalah sampah yang akan selalu disingkirkan dan dipandang dengan tatapan yang busuk! Seperti aku, yang sekarang seakan-akan hanyalah kutu yang mengganggu ‘
Tetapi, aku tidak membenci mereka. Yang aku benci adalah sikap mereka. Yang dengan ketinggian ilmu mereka, yang dengan sederet
Ini yang sempat terlintas dipikiranku:
Aku (individu-individu pintar itu) mempunyai ilmu yang lebih tinggi dari kamu (aku), oleh karena itu kamu (aku) harus menuruti setiap perkataanku. Dan, karena kamu (aku) harus menuruti setiap perkataanku, maka aku (individu-individu pintar itu) mempunyai kuasa yang lebih dari kamu (aku).
Ah! Betapa sialnya menjadi
Hidupku benar-benar tergantung di tangan mereka sayangku! Dan, betapa tipisnya benang yang mengikat, sehingga apabila mereka mau, dengan mengibaskan sedikit saja tangan mereka, maka kehidupanku akan hancur, dan mungkin aku tak akan lagi bisa menegakkkan kepala apabila bertemu denganmu.
***
Sudah habis kesabaranku menghadapi mereka, menuruti setiap kemauan mereka. Tetapi, apalah daya. Setiap perkataan mereka seakan-akan adalah fatwa MUI yang akan sangat menentukan kehidupanku kelak. Aku hanya bisa sedikit berharap, agar mereka bisa sedikit saja mengintip kepentingan-kepentingan yang telah kukorbankan banyak agar aku bisa menuruti mereka. Aku berharap mereka bisa merubah sedikit saja -hanya sedikit saja- sikap purba mereka. Tapi, sepertinya harapanku hanya menjadi buih di antara ombak waktu yang melalui mereka. Kepala mereka teramat keras melebihi batu!.
Aku hanya bisa berharap. Bahkan aku berdoa kepada Iblis [aku tidak mau lagi berdoa kepada Tuhan Yang (katanya) MahaKuasa, karena Ia telah mengirim orang-orang terbaiknya (individu-individu pintar itu) untuk menghancurkanku] agar bisa mengubah cara berpikir mereka walau sedikit. Semoga Iblis mau mengabuli doaku, karena Iblis berpihak pada orang-orang tertindas.
***
Maafkan aku sayang sebelumnya karena telah menyampaikan hal yang tidak menyenangkan seperti ini. Karena hanya kepadamulah aku bisa bercurah hati, tidak kepada
Komentar
Posting Komentar