Langsung ke konten utama

Biarkan Mengambang

Dan bulan pun terkejut dalam lamunannya, kemudian bersembunyi dengan sempurna dibalik awan-awan yang berbanjar tiga-tiga pada suatu ketika engkau berteriak di ujung gendang telinga, bahwa engkau tak bisa melupakan ia. Ketika engkau berkata selalu ada gambar dirinya disetiap benda yang terlihat oleh mata, seakan semua gambar dirinya tertanam di permukaan retinamu dalam bentuk tato yang abstrak. Aku hanya diam dan terus mendengarkan bahwa kau tak pernah bisa melupakannya.

Atau dilain waktu saat suaramu terdengar begitu rendah menyerupa desah yang teramat mesra –sehingga desahan daun-daun kelapa pun kalah mesra, tentang betapa berat hari-hari yang kau jalani tanpanya. Kau begitu kehilangan; aku menyimpulkan. Kau berbisik di telinga kiriku kau merasa kehilangan dia disaat semua suara atau bebunyian yang dikenal di dunia ini tak lagi terdengar, saat semua menjadi sunyi. Kau merasa dia begitu berarti saat engkau kehilangan tawa dan menyucurkan air mata satu-satu dari mata yang membuat kau mendapat panggilan “Bidadari Bermata Kelam” oleh temanku, setetes demi setetes, saat sedih merampas tanpa permisi dari secuil kebahagiaanmu. Itu yang kutangkap samar-samar dari desisanmu di telinga kananku.

Dari semua keadaan dimana dia begitu berharga bagimu, dapat kutebak, engkau sangat kehilangan hadirnya disaat engkau bahagia, dan aku tahu itu. Tapi aku hanya akan diam dan terus mendengarkan bahwa kali ini engkau harus melupakannya.

Lalu setelah sering kudengar kau tak bisa melupakannya; yang kemudian dengan kecepatan yang seperti bunglon berganti warna menghindari pemangsanya; kau berkata yang sama sekali beda makna –kau begitu ingin melupakan ia, aku coba angkat suara diantara hiruk pikuk –tangisan, bisikan, jeritan, cibiran, dan makian. Bukan ingin menjadi guru, hanya sekedar kata-kata.

Jangan lupakan dan jangan pula kau kenang. Biarkan semua memori yang telah menyesap di setiap aliran darah yang menuju ke otakmu itu mengambang; tak terendap dan tak pula terbuka lebar. Biarkan itu menjadi titik-titik air hujan yang mewarnai hidup, karena hidup ini seperti cuaca; ada panas, cerah, mendung, dan hujan. Nikmati saja yang sudah tersedia.

Beri tempat untuk memori-memori itu menari-nari kecil dalam setiap tarikan nafasmu, karena semua begitu berharga. Jadikan semua memori yang menyenangkan sebagai tolok ukur untuk menyesap memori lain yang lebuh menyenangkan dengan ia yang kini sedang berusaha memperoleh kepercayaan yang dulu telah kau berikan pada ia yang kini sedang kau ingin lupakan.

Kenangan menyakitkan tak usah kau hapus buru-buru, itu akan memjadi sesuatu yang akan kau syukuri ketika akhirnya engkau menyadari semua itu tak akan terjadi dengan ia yang kini sedang berusaha memperoleh kepercayaanmu. Itu akan habis pelan-pelan dengan sendirinya seperti rokok yang kini sedang kau hisap.
***

Dan sampai semua itu terjadi, aku akan tetap diam dan terus mendengarkan.
(02:18 AM, 28 Okt 2007)

Komentar