Langsung ke konten utama

Sajak Terakhir Untuk Melati

usai sudah
di kelokan sungai itu dekat muara
kita berpisah
lepaskan sulur yang mengikat keberadaan kita

"duhai ranting patah, tak perlu kau tunggu
silahkan kau melaju
aku akan menuju ke arahnya.
tak akan kembali atau menepi,"

selalu ku kira sama itu coretan
cerita tentang hujan
obrolan ikhwal awan
dan nasi goreng yang kematangan

"wahai melati, pergilah
itu arusmu, ini arusku
tiada lagi ku menahanmu
aku tidak akan membual lagi,"

terkenang kembali
segala ini
sebelum kau pergi
saat kita mulai meniti

"dan mungkin kita tak akan sama-sama kembali menyusuri ini,"

tiada yang hangus
saat nama pada masing-masing ponsel terhapus
hanya belum ditulis-Nya nama kita pada kertas yang sama,
itu saja

(19 Oktober 2010)

Komentar