Debu berpusaran di sepatu gunungku
embun di ujung keladi menyambut lesu
dalam barisan tak rapi
di jalan setapak menuju rumah itu
Pundakku memberat
kerinduan memuncak
airmata beriak
tiap langkah seperti terjerat
Berpuluh hari sabtu
ku mencoba kembali
berharap mampu mengintip pagar hijau itu
serta mendengar lagi detik jam kayu mahoni
Aku tahu, sadar juga memahami
rumah itu sudah ada lagi yang menghuni
bersihkan bulu-bulu kucing putih
dan memberikan semprotan pewangi
Lima meter lagi
ah, itu dia
rumah yang kucinta
masih begitu asri
Ku bersandar di muka gangnya
ingin rasanya segera ke sana
sekadar menyapa
pintu dan jemurannya
Tukang gula-gula selintas lewat
dua orang memanggil ia
dua tangan saling menggengam erat
senyum bahagia terbesit dari bibir mereka
Urung,
langkah kaki lalu ku kurung
iri, sedih, dan rindu luruh jadi satu
pada penghuni rumah itu
Rumah itu tak lagi untukku,
sepertinya
daun-daun pun jatuh
seperti bulan lelap tidur di pelukannya
Mataku gusar bak preman pasar Ramayana
inginku berkelebat ke dalam sana
mencuri bingkai-bingkai kenangan lama
lalu bakar aromaku yang tertinggal di sofanya
Tubuhku bergetar
keringatku besar-besar keluar
"Kenapa tidak ku bakar saja,
sebelum semua menyisakan luka!"
Korek kayu seharga seribu
terjentik oleh jari-jari yang layu
ku lempar
tubuhku terbakar!
(14 Desember 2010)
embun di ujung keladi menyambut lesu
dalam barisan tak rapi
di jalan setapak menuju rumah itu
Pundakku memberat
kerinduan memuncak
airmata beriak
tiap langkah seperti terjerat
Berpuluh hari sabtu
ku mencoba kembali
berharap mampu mengintip pagar hijau itu
serta mendengar lagi detik jam kayu mahoni
Aku tahu, sadar juga memahami
rumah itu sudah ada lagi yang menghuni
bersihkan bulu-bulu kucing putih
dan memberikan semprotan pewangi
Lima meter lagi
ah, itu dia
rumah yang kucinta
masih begitu asri
Ku bersandar di muka gangnya
ingin rasanya segera ke sana
sekadar menyapa
pintu dan jemurannya
Tukang gula-gula selintas lewat
dua orang memanggil ia
dua tangan saling menggengam erat
senyum bahagia terbesit dari bibir mereka
Urung,
langkah kaki lalu ku kurung
iri, sedih, dan rindu luruh jadi satu
pada penghuni rumah itu
Rumah itu tak lagi untukku,
sepertinya
daun-daun pun jatuh
seperti bulan lelap tidur di pelukannya
Mataku gusar bak preman pasar Ramayana
inginku berkelebat ke dalam sana
mencuri bingkai-bingkai kenangan lama
lalu bakar aromaku yang tertinggal di sofanya
Tubuhku bergetar
keringatku besar-besar keluar
"Kenapa tidak ku bakar saja,
sebelum semua menyisakan luka!"
Korek kayu seharga seribu
terjentik oleh jari-jari yang layu
ku lempar
tubuhku terbakar!
(14 Desember 2010)
Komentar
Posting Komentar