Langsung ke konten utama

Tak Lagi Merona

"berjanjilah! untuk tetap melantunkanku!" lenguhmu lemah pada warna-warna yang berjingkrakan dengan gelora jauh ke ujung negeri tanpa tepi tempat awal mula pelangi.

warna-warna menjadi satu dengan ragu. tinggalkan satu yang tak lagi utuh.

"bawalah setengahku. itu rumahmu. itu tanda bacamu," bisikmu mesra pada dedaunan beku yang berserakan di halaman lembar ambigu.

tajam angin terbangkan dedaunan beku. lunturkan warna pada kelopakmu. dan semenjak itu, kau, melati, tak lagi putih. tak lagi merona meski senja merupa di gerimis hujan hari minggu.

genanganmu mengering dan berdebu dalam lipatan kelopak waktu. rintikmu enggan menyusuri sudut-sudut yang selalu hening tanpa warna tanpa luka.

"aku menantimu. bawalah kembali warna perdu. rangkai pada aku," geliatmu pada pagi kesekian kali kau menunduk dan berkesah di bulir embun sambil menantap rindu dari pinggir waktu.

masih kau simpan rindu itu. di sebaris kalimat tak selesai. dulu, saat ini, dan mungkin nanti ditangis tanah yang tak lagi merah ini. ada ceceran abjad yang tiada sempat kau pungut. pada bangku kayu. pada sisa-sisa senyummu. yang luput dari tatapan lembut rembulan di balik sisa kelopak yang tak lagi berwarna.

ronamu menguap. bersamaan dengan kerinduan.

(30 Maret 2010)

Komentar