Wahai kekasih anakku
kau boleh panggil aku apa saja
mama, bunda, atau ibu
karena sebentar lagi kau pun akan jadi buah hatiku
Ibu bahagia
mendengar kabar darinya
kau memilih dia
dampingimu selamanya
Sebelum kalian membuka pintu baru
dan kami memberi restu
izinkan ibu
melantunkan sesuatu
Calon menantu, sembilan bulan ibu mengandungnya
diazani ia oleh si bapak
genap delapan bulan dilangkahkan kakinya
satu tahun dua bulan ia merengek minta salak
Ia memang bukan lelaki bijaksana
kerap tingkah dan lakunya membuat kami gelengkan kepala
tapi, calon menantuku, yakinlah
ia adalah orang yang pertama tiba
dan memapahmu saat kau terjatuh dari tangga
Sungguh keras kepala ia
bahkan keluarga di sini suka pusing dibuatnya
tetapi ia akan berada di garis muka
meski akhirnya ia mendapat cemoohan dari yang dihadapinya
Belikanlah pakaian yang pantas untuk ia
sekali saja
menjelang hari raya
karena ia merasa cukup dengan baju koko dan sarung biru kotak-kotaknya
Mengajilah bersamanya
ia bukan tak kuat agama
ibu menyekolahkan ia Madrasah Diniah dan menyuruhnya ke mushola
enam tahun lamanya
Calon menantu,
ibu terlalu tahu isi hatinya
datanglah padaku
jika saja, suatu saat, ia membuatmu menitikkan air mata
Saling berbaik hatilah, calon menantu
mungkin kau sudah paham
pernikahan bukan hanya satukan dua insan
tetapi juga dua keluarga
menjadi saling berbesan
(19 November 2010)
*terinspirasi dari puisi WS. Rendra, "Surat Untuk Mama Tentang Calon Menantunya"
kau boleh panggil aku apa saja
mama, bunda, atau ibu
karena sebentar lagi kau pun akan jadi buah hatiku
Ibu bahagia
mendengar kabar darinya
kau memilih dia
dampingimu selamanya
Sebelum kalian membuka pintu baru
dan kami memberi restu
izinkan ibu
melantunkan sesuatu
Calon menantu, sembilan bulan ibu mengandungnya
diazani ia oleh si bapak
genap delapan bulan dilangkahkan kakinya
satu tahun dua bulan ia merengek minta salak
Ia memang bukan lelaki bijaksana
kerap tingkah dan lakunya membuat kami gelengkan kepala
tapi, calon menantuku, yakinlah
ia adalah orang yang pertama tiba
dan memapahmu saat kau terjatuh dari tangga
Sungguh keras kepala ia
bahkan keluarga di sini suka pusing dibuatnya
tetapi ia akan berada di garis muka
meski akhirnya ia mendapat cemoohan dari yang dihadapinya
Belikanlah pakaian yang pantas untuk ia
sekali saja
menjelang hari raya
karena ia merasa cukup dengan baju koko dan sarung biru kotak-kotaknya
Mengajilah bersamanya
ia bukan tak kuat agama
ibu menyekolahkan ia Madrasah Diniah dan menyuruhnya ke mushola
enam tahun lamanya
Calon menantu,
ibu terlalu tahu isi hatinya
datanglah padaku
jika saja, suatu saat, ia membuatmu menitikkan air mata
Saling berbaik hatilah, calon menantu
mungkin kau sudah paham
pernikahan bukan hanya satukan dua insan
tetapi juga dua keluarga
menjadi saling berbesan
(19 November 2010)
*terinspirasi dari puisi WS. Rendra, "Surat Untuk Mama Tentang Calon Menantunya"
kali ini kamu menulis dengan gaya lumayan lugas, biasanya kamu menulis dengan full deskriptif. Membaca tulisan ini seperti bukan membaca tulisanmu, overall baguuus...
BalasHapuswah jadi calon mertua yang baik nih kayaknya
terima kasih, lagi belajar utk bisa menulis lagi seperti itu.
BalasHapussering2 mampir, nanti disuguhi teh, hehe
gulanya satu sendok aja
BalasHapussiiiiplah mbak Asri... hehe
BalasHapus